Subscribe to RSS feeds

9.18.2010

Sehat dengan Roti Gandum



Roti. Pasti banyak dari temen-temen sekalian yang suka sama makanan satu ini. Selain enak, roti juga sangat mudah dikreasikan. Tapi, pernahkah temen-temen sekalian merasa bosen makan roti dengan coklat atau selai rasa lainnya? Oleh karena itu, Lulala mau memberikan satu resep yang bisa temen-temen pakai untuk mengeasikan makanan yang satu ini !

Tapi, sebelum masuk ke resep, Lulala mau kasih sedikit kisah tentang roti.

Roti, dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu roti tawar dan roti manis. Roti manis itu maksudnya roti yang ada isinya, misalnya coklat, stroberi, pisang, ayam, keju, dan sebagainya. Nah, untuk roti tawar itu sendiri dibedakan lagi menjadi 2 jenis, yaitu roti putih (white bread) dan roti gandum (whole wheat bread). Namun, pada umumnya kita lebih sering dan lebih suka mengonsumsi roti tawar putih dari pada roti tawar gandum.

Sebenarnya nggak ada masalah sama roti tawar putih yang sering kita konsumsi. Tapi, nggak ada salahnya loh kita coba melirik si tawar gandum…

Mau tahu alasannya?

Hal ini dikarenakan adanya perbedaan bahan dasar dari kedua jenis roti tersebut. Pada roti putih, bahan dasarnya adalah tepung terigu kuat, yaitu tepung yang mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, serta memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah yang halus, tekstur yang lembut, volume yang besar, dan mengandung 12-13% protein.

Sedangkan pada roti gandum, bahan dasarnya adalah whole wheat flour atau whole wheat coarse, yaitu tepung gandum utuh yang dalam proses penggilingannya hanya membuang kulit luarnya saja.

Selain itu, kandungan gizi yang terkandung dalam keduanya juga berbeda. Secara garis besar, roti gandum lebih sehat karena mengandung serat pangan yang lebih banyak dibanding roti putih. Serat pangan baik untuk saluran pencernaan, mengurangi resiko diabetes, dan kanker kolon. Disamping serat pangan, dalam roti gandum juga terkandung antioksidan, fitoestrogen (baik untuk mencegah penyakit jantung dan aneka kanker), vitamin dan mineral yang jauh lebih banyak dibandingkan roti putih.

Meski begitu, bukan berarti roti putih tidak mengandung gizi. Roti putih merupakan sumber protein, vitamin dan mineral. Hanya saja, karena pengolahan gandum menjadi terigu membuang bagian dedak yang kaya akan mineral dan serat pangan ( dietary fiber ), maka nilai gizinya tidak sekaya roti gandum.

Dan ada satu hal lagi yang bisa mendorong temen-temen untuk mengonsumsi roti gandum : Roti gandum memberi rasa kenyang lebih lama, akibatnya konsumsi makan juga jadi lebih sedikit. Selain itu roti gandum tidak memberi efek yang signifikan pada peningkatan gula darah dan kadar lemak dalam tubuh.

Jadi, roti gandum cocok buat mereka yang sedang mencoba untuk menjaga berat badan !!

Nahh, udah tahu kan, kenapa kali ini lulala menggunakan roti gandum, bukan roti putih??

Oke, sekarang mari kita siapkan bahan-bahnnya terlebih dahulu.

· Roti gandum

· Tomat

· Buncis secukupnya

· Wortel secukupnya

· Brokoli secukupnya

· Daging ayam / sapi

· Keju secukupnya

· 1 butir telur

· Tepung roti

· Saus tiram

· Saus tomat

· Gula secukupnya

· Bawang putih

· Mentega non fat / minyak jagung

Caranya. . .

· Pertama-tama, potong dadu tomat, buncis, wortel, brokoli, dan daging. (ukuran disesuaikan, kurang lebih 1 cm)


· Potong halus bawang putih, kemudian tumis dengan mentega nonfat/minyak jagung hingga berwarna kekuningan dan mulai harum.

· Masukkan potongan dadu daging ayam/sapi, tumis hingga berubah warna, kemudian masukkan buncis, wortel, brokoli, dan tomat, tambahkan saus tiram, saus tomat dan gula secukupnya, sesuai selera.

· Angkat, tiriskan.


· Potong pinggiran roti gandum


· Potong keju sesaui ukuran yang diinginkan


· Kocok lepas telur

· Siapkan tepung roti

Isi roti dengan tumis sayur-daging yang telah dingin, tambahkan keju

· Rapatkan pinggiran roti dengan olesan telur, tekan-tekan dan pastikan tertutup rapat

· “Mandikan” roti tersebut dengan telur, lalu gulingkan kedalam tepung roti

· Roti siap digoreng

· Selamat menikmati



9.14.2010

Media oh Media...

Kali ini Lulala mau cuap-cuap soal Media.

Gini, loh saudara-saudari sekaliann. . .
Beberapa bulan yang lalu, saya agak dikagetkan dengan berita soal skandal video hebohnya ariel dengan beberapa wanita lainnya. Bagaikan virus, berita itu menyebar dengan begitu cepatnya ke masyarakat, tanpa pandang usia. Bukan hanya lewat infotainment aja, tapi juga lewat berita. Ya, berita-berita yang seharusnya lebih memberikan informasi yang jauh lebih penting daripada skandal artis.
Karena intensitas yang tinggi dalam pemberitaan skandal itu, masyakarat seakan-akan “diajak” untuk melupakan hal penting lainnya. Let’s say soal korupsi yang waktu itu juga sedang terjadi. Well, tidak kah itu terlihat ironis? Mengabarkan sesuatu yang dikatakan “tabu” secara kontinu, dan melupakan peristiwa yang merugikan rakyat?
Tidak cukup sampai disitu. Lewat berita pula lah dikatakan bahwa para pelaku telah merusak moral rakyat, bahkan dikatakan di berita terjadi tindak perkosaan karena terinspirasi video tersebut. Ok, sekarang mari kita intip kebelakang seputar kronologisnya.
Pertama, siapa yang menyebarkan berita skandal tersebut?
Kedua, siapa yang secara terus menerus menayangkan, memberitakan, membahas, dan mengangkat topik tersebut ?
Ketiga, siapa yang kembali membahas dan me”re-call” ingatan kita akan video tersebut?
Jawabannya sangatlah jelas : MEDIA. Baik itu media cetak atau pun elektronik.
Mari kita pikirkan. JIKA media khususnya dalam hal ini televisi (mengingat televisi telah menjamur di Indonesia) tidak secara terus menerus memberitakan berita tersebut, tidak mengangkat berita tersebut ke permukaan, AKAN kah masyarakat segala lapisan, segala usia, dan segala profesi tahu mengenai hal itu?
AKAN kah masyarakat “terinspirasi” (kata media juga) atas video yang diberitakan tersebut?
AKAN kah moral rakyat Indonesia mengarah ke moral yang buruk?
So, PLEASE, teman-teman. Sadarilah bahwa terkadang, apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita terima TIDAK selamanya relevan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Oleh karena itulah, kita perlu mencoba untuk lebih kritis dalam memaknai sesuatu, sekalipun sesuatu itu berasal dari berita.

Begitu lah sekiranya gambaran media di negeri kita yang tercinta ini. Tapi itu baru dari satu sudut : berita. Bagaimana dengan hal-hal lainnya?

Mungkin banyak dari teman-teman yang tahu fungsi dari media, khususnya media massa. Disini saya hanya mengulang saja. Jika disimpulkan, media massa berfungsi untuk menginformasikan, mendidik,menghibur, dan mengawasi (dalam hal ini maksudnya pengawasan social – social control – antara public dengan pemerintah). Adapun fungsi lainnya, seperti menghubungkan (korelasi), sosialisasi budaya, dan juga mempererat rasa kebersatuan.

Jika dilihat dari fungsinya, proses pemberitaan di media memang banyak memberikan informasi bagi masyarakat. Mulai dari kriminalitas, hingga hal-hal penting lainnya. Namun, terkadang berita-berita yang kurang mendidik pun turut di informasikan. . .

Nah, mari kita sorot fungsi menghibur-nya. . . seperti yang kita sadari, televisi banyak memberikan suguhan yang menghibur, salah satunya lewat sinetron. Banyak penggila sinteron yang selalu mengikuti setiap episode sinetron yang disuguhkan. Walaupun cukup menghibur, tapi apakah cukup mendidik pula? Disinilah terjadi penyimpangan fungsi dari media massa.
Tak bisa dipungkiri, hiburan adalah hal mutlak yang masyarakat butuhkan. Kemudian, bagaimana bila hiburan tersebut mulai kurang mendidik? Seperti halnya yang terjadi kepada keponakan saya. Bayangkan. Pada saat usianya kurang lebih 4 tahun, ia mengucapkan sepatah kata yang membuat seisi rumah kaget : “dasar cewek murahan!” . Spontan saya bertanya padanya: “siapa yang ngajarain kayak gitu?”. Sejenak ia terlihat takut dan diam. Mamanya kemudian bertanya : “Mama pernah ngajarin kamu ngomong begitu?”. Anak itu menggeleng dan kemudian menjawab : “Kan, di tivi sering ada yang ngomong gitu….”. Speachless memang.
Tayangan yang dikhususkan untuk anak kecil – seperti kartun – sangat terbatas jumlahnya. Jadi, tontonan yang bisa di tonton anak-anak itu hanyalah tontonan yang apa adanya saja. Mungkin tontonan anak bisa diawasi oleh orang tua yang seharian dirumah dan bebas dari pekerjaan lainnya. Namun, berapa banyak jumlah ibu/ orang tua yang hidup dalam keadaan santai seperti itu? Bagaimana dengan mereka yang memiliki keterbatasan dalam mengawasi tontonan anak?

Terkadang, saya kangen sama tayangan-tayangan menghibur zaman saya masih kecil. Nggak perlu sinetron untuk menghibur. Buatlah semacam kuis-kuis yang seru, yang menampilkan sisi edukatif di dalamnya. Saya rasa, itu akan sangat menghibur…

Ow, yah.. tentunya teman-teman sekalian juga udah pada tahu kalo media itu adalah the fourth estate, setelah trias politika (daam hal ini eksekutif,legislatif, dan yudikatif). Cuma bermaksud untuk me-refresh, media dikatakan sebagai the 4th estate karena media mampu menjalankan fungsi pengawasan dengan begitu baiknya di era tahun 90an, tepatnya kahir tahun 90an. Ingat saat mantan presiden kita yang kedua mengundurkan diri dari jabatannya? Nah disaat itu pula lah media semakin berkembang. Dan semakin terasa sekarang. Sedikit-sedikit, rakyat minta Presiden untuk menyelesaikan masalah mereka. Semua mau presiden yang turun tangan. Dan semua itu hanya disampaikan lewat media. Jadi, untuk fungsinya yang satu ini, media memang jago nya, dehhh. . .
Hehehee. . .
Bagaimana pun, maju terus media yang ada di Indonesia! Didiklah kami, jangan bodohi kami.
^^